Archive for 2013
5 Mitos Matematika Yang Menyesatkan
Wednesday, November 20, 2013
Posted by Matematika B 2010 USB
Tag :
Matematika
1. Matematika
adalah ilmu yang sulit
Ada anggapan, hanya orang dengan IQ
tertentu yang mampu memahami matematika. Ini jelas menyesatkan. Meskipun bukan
ilmu yang mudah, Matematika sebenarnya merupakan ilmu yang relatif tidak lebih
sulit jika dibandingkan dengan ilmu lainnya. Soal matematika terasa sulit
karena kita tidak memahami konsep dasarnya. Seperti yang kita ketahui,
Matematika merupakan ilmu yang terus berkisinambungan mulai dari TK hingga SMA.
Jika ada mata rantai yang putus, berarti ada konsep yang hilang. Padahal konsep
tersebut merupakan prasyarat untuk belajar Matematika lebih lanjut. Sebagai
contoh, untuk menganalisis dan menghitung diperlukan pemahaman konsep bilangan
dan ukuran. Pekerjaan menganalisis dan menghitung menjadi hal yang lebih mudah
dan menyenangkan jika konsep yang mendasarinya dikuasai.
2. Matematika
identik dengan menghafal banyak rumus
Mitos ini menjadikan kita malas
mempelajari matematika dan akhirnya tidak mengerti apa-apa tentang Matematika.
Rumus Matematika tidak ada gunanya tanpa pemahaman konsep. Rumus yang sudah
dihafal tidak akan bermanfaat ketika konsep belum dipahhami. Seseorang yang
hafal rumus tidak akan mampu menjawab sebuah soal apabila tidak mampu
memodelkan soal tersebut ke dalam rumus yang dihafalnya. Sesungguhnya, hanya
sedikit rumus Matematika yang perlu (tapi tidak harus) dihafal, sedangkan
sebagian besar rumus lain tidak perlu dihafal, melainkan cukup dimengerti
konsepnya. Salah satu contoh, jika kita mengerti konsep anatomi bentuk irisan
kerucut, maka lebih dari 90 persen rumus-rumus irisan kerucut tidak perlu
dihafal.
3. Matematika
identik dengan kecepatan menghitung
Tidak dapat dipungkiri, menghitung
merupakan bagian tak terpisahkan dai Matematika. Namun demikian, kemampuan
menghitung secara cepat bukanlah hal terpenting dalam Matematika. Yang terpenting
adalah pemahaman konsep. Melalui pemahaman konsep, kita akan mampu melakukan
penalaran terhadap permasalahan untuk kemudian mengubahnya kedalam model
matematisasi. Jika permasalahan sudah tersaji dalam bentuk matematisasi, baru
kemampuan menghitung diperlukan. Itupun bukan sebagai sesuatu yang mutlak
karena saat ini telah banyak alat bantu menghitung seperti kalkulator dan
komputer. Jadi, mitos ini perlu diluruskan. Yang lebih tepat, Matematika selalu
berhubungan dengan pemahaman dan penalaran.
4. Matematika
itu abstrak, tidak realistis
Mitos ini benar-benar sesat. Fakta
menunjukan bahwa Matematika sangat realistis. Matematika merupakan bentuk
analogi dari realita sehari-hari. Contoh paling sederhana adalah solusi dari
Leonhard Euler, matematikawan Prancis, terhadap masalah Jembatan Konisberg
(agan bisa googling). Selain itu, hampir di semua sektor, teknologi, ekonomi,
dan bahkan sosial, Matematika berperan secara signifikan. Smart Robot yang
mampu berpikir berisikan program yang didasarkan pada konsep Fuzzy Matematika.
Hitungan aerodinamis pesawat terbang juga dilandaskan pada konsep Matematika,
geometri, dan kalkulus. Hmapir semua teori ekonomi dan perbankan modern
diciptakan melalui Matematika.
5. Matematika
adalah ilmu yang membosankan, kaku, dan tidak rekreatif
Anggapan ini jelas keliru.
Meeskipun pemecahan masalah Matematika terasa eksak, tidak berarti matematika
kaku dan membosankan. Meskipun jawaban yang benar dari masalah Matematika hanya
(tunggal), cara atau metode menyelesaikan masalah matematika sebenarnya sangat
bermacam-macam. Sebagai contoh, untuk membuktikan kebenaran teorema Pythagoras,
dapat menggunakan banyak cara. bahkan menurut pakar matematika, Bana G.
Kartasasmita, hingga saat ini sudah ada 17 cara untuk membuktikan teorema Pythagoras.
Matematika juga rekreatif dan menyenangkan. Albert Einstein, menganggap
Matematika sebagai senjata utamanya dalam merumuskan konsep Relativitas.
Einstein menyukai Matematika ketika pamannya menjelaskan bahwa prosedur kerja
Matematika mirip dengan cara kerja detektif, cara kerja yang sangat disukainya
sejak kecil. Kalau kita mengetahui, cara kerja Matematika tak ubahnya seperti
sebuah game yang seru.
Fakta Menarik Seputar Matematika
Friday, November 1, 2013
Posted by Matematika B 2010 USB
Tag :
Matematika
1. Ingin Pintar Matematika, Silahkan Setrum Kepala Anda

Ternyata dengan mengalirkan sedikit arus listrik ke otak selama 15 menit, kemampuan orang dalam matematika bisa meningkat. Para ilmuwan di University of Oxford, Inggris, sudah berhasil melakukan itu dan membuat kemampuan matematika seseorang bertahan selama 6 bulan.
Para ilmuwan menggunakan teknik stimulasi menggunakan arus listrik yang disalurkan langsung lewat tempurung untuk mengalirkan listrik ke bagian otak yang biasa digunakan untuk memproses angka (parietal lobe).
2. Matematikawan dan Musik

Ternyata dengan mengalirkan sedikit arus listrik ke otak selama 15 menit, kemampuan orang dalam matematika bisa meningkat. Para ilmuwan di University of Oxford, Inggris, sudah berhasil melakukan itu dan membuat kemampuan matematika seseorang bertahan selama 6 bulan.
Para ilmuwan menggunakan teknik stimulasi menggunakan arus listrik yang disalurkan langsung lewat tempurung untuk mengalirkan listrik ke bagian otak yang biasa digunakan untuk memproses angka (parietal lobe).
2. Matematikawan dan Musik
Paul Erdos, matematikawan besar dunia ini menyebut bahwa musik sebagai
derau. Universalis besar ini tahu kalau bagi matematika, segala yang
bersuara adalah musik. Sebuah keindahan auditori pada
nada-nada.Matematikawan besar George Cantor merupakan pecinta musik. Ia
bahkan memiliki kerabat yang merupakan komposer besar. Darah musik
mengalir pada dirinya, tapi ia menjadi matematikawan. Ia mengalunkan
nada-nada menjadi angka dan membuat pencapaian besar dalam matematika
lewat konsep ketakhinggaan (infinity). Matematika bukan hanya kebenaran,
namun juga keindahan.
3. Cara Indah Bunuh Diri: Gunakan Matematika
3. Cara Indah Bunuh Diri: Gunakan Matematika
Ruseli lahir di lingkungan yang taat beragama. Sejak kecil ia sudah hidup dan menganut agama secara taat bahkan ketat. Tetapi Ruseli muak dengan perilaku ibadat keagamaan yang begitu-begitu saja. Ia ingin memberontak. Ketika remaja, ia sudah mulai tidak betah dengan hidup yang hampa. Ibadah keagamaan yang hampa sudah menghancurkan hidup Ruseli. Ia mengambil keputusan berani yaitu bunuh diri.
Tibalah malam yang telah direncakan Ruseli untuk bunuh diri. Menunggu tengah malam, Ruseli merasa bosan. Dari pada bosan menunggu tengah malam untuk bunuh diri, Ruseli mengisi waktunya dengan mengerjakan beberapa soal matematika.
Ruseli melirik ke arah jam. Barangkali sudah waktunya ia bunuh diri. Ia gosok-gosok matanya. Tidak percaya dengan yang ia lihat.
“Kok jam 6? Jam 6 apaan? ” Ruseli bertanya pada diri sendiri.
Ruseli melihat ke arah luar. Cahaya matahari mulai bersinar. Pagi telah datang. Gagal. Ruseli gagal bunuh diri yang sudah ia rencanakan akan dilakukan tengah malam.
“Ya sudah, tidak apa-apa. Kan masih bisa besok malam. Lagi pula masih ada soal matematika yang belum saya selesaikan,” kata Ruseli dalam hati.
Malam kedua, Ruseli bersiap-siap untuk bunuh diri. Seperti biasa ia bosan menunggu tengah malam. Ia mencoba mengerjakan soal matematika. Tetapi dia tidak mau gagal untuk yang kedua kalinya. Sebentar-sebentar ia melirik ke arah jam.
“Ah…masih jam 9…”
“Ah …masih jam 10…”
“Ah…masih jam ….? Jam?”
Ruseli menggosok-gosok matanya lagi. Tidap percaya yang ia lihat.
“Masa sudah jam 5? Tidak mungkin!”
Ruseli melongok ke luar. Fajar sudah mulai kelihatan.
“Memang benar, pagi mulai datang. Tidak apa-apa. Kan masih bisa saya coba malam berikutnya,” Ruseli pantang menyerah.
Ruseli menyusun rencana bunuh diri lagi yang lebih rapi. Tetapi gagal lagi karena iakeasyikan mengerjakan matematika. Semakin sering ia mencoba, semakin sering ia gagal. “Mengapa aku harus memaksa untuk bunuh diri? Toh mengerjakan matematika juga asyik!”
Akhirnya, Ruseli membatalkan niatnya untuk bunuh diri. Ia berpindah memfokuskan pikiran untuk mendalami matematika.
Catatan sejarah menunjukkan, Ruseli menjadi seorang ahli matematika terbesar di dunia. Bukan hanya ahli matematika saja. Ruseli juga dikenal sebagai ahli filsafat dan logika. Bahkan ia dikenal sebagai Bapak filsafat dan logika matematika.
Ruseli bukan nama sebenarnya. Nama sebenarnya adalah Russell, lengkapnya Bertrand Russell.
Matematika adalah alat paling indah untuk bunuh diri. Cara bunuh diri terindah adalah dengan meraih prestasi dalam sisa hidup kita.
Wall Street Journal: Matematikawan adalah Pekerjaan Terbaik di Dunia !
Wednesday, October 23, 2013
Posted by Matematika B 2010 USB
Tag :
Matematika
Berdasarkan Research Payscale.com, Matematikawan adalah salah satu pekerjaan yang masuk 10 besar pekerjaan dengan gaji tertinggi, tepatnya nomer 8. Kemudian CNBC
juga melakukan Research mengenai pekerjaan yang paling tahan krisis
ekonomi, dan matematikawan juga ada di 10 besar. Tapi pekerjaan terbaik
kan bukan masalah gaji semata kan, nah kali in Wall Street Journal
melakukan research dan menemukan pekerjaan terbaik di dunia itu adalah
matematikawan.Pada hasil research Wall
Street Journal, pekerjaan terbaik yang matematika-related tidak hanya
matematikawan, tapi juga statistikawan dan aktuaris. Dan ketiganya
menguasai tiga besar pekerjaan terbaik.
- Matematikawan
- Aktuaris
- Statistikawan
- Biologiawan
- Teknik Komputer
- Analis Sistem Komputer
- Sejarahwan
- Sosiologiawan
- Desainer Industri
- Akuntan
- Ekonom
- Philosof
- Fisikawan
- Parole Officer
- Meteorologist
- Teknisi Laboratorium Medis
- Asisten Paralegal
- Progamer Komputer
- Editor Animasi
- Astronom
Rangking 21 sampai 200 dan detailnya kamu bisa cek di WallStreetJournal. Sebagai
catatan alumn matematika di indonesia pada umumnya terdiri dari
matematikawan dan statistikawan, sementara aktuaris hanya diperoleh jika
alumni matematika mengikuti progam S2 akturia. S2 aktuaria di
indonesia pertama kali didirikan di ITB di akhir tahun 90-an, dan baru
diikuti beberapa kampus diindonesia lainnya beberapa tahun terakhir
ini. Alumni Gamatika pertama yang mengambil S2 aktuaria ini adalah Reny
Amlia Permata (cek facebooknya: Reny)
pada tahun 2012 di ITB. Sementara seorang alumni lain, M. Satriawan
Basri mengambil banyak mata kuliah Aktuaria semasa kuliah S2 matematika
finansial di ITB dan berencana menjadi seorang aktuaris (cek
facebooknya: Satria).
Bagaimana menentukan pekerjaan terbaik di dunia itu?
Wall Street Journal menilai dari 5 faktor utama yakni: Gaji, Lingkungan Kerja, Tingkat Stress, Jam Kerja dan Aktifitas Fisik.
- Gaji
Jelas gaji adalah yang dilihat pertama kali saat hendak
melamar pekerjaan, tidak mungkin kerja dengan baik kalo gaji tidak
mencukupi pengeluaran kita. Tapi gaji bukan alasan utama di beberapa
orang kan, dan semua orang juga tidak hanya memperhitungkan gaji saat
memilih pekerjaan. Bagaimana Wall Street Journal merangking pekerjaan
berdasarkan jumlah gaji tentu bukan pekerjaan sulit, bahkan kamu pun bisakan.
- Tingkat Stress
Nah punya pekerjaan dengan tingkat stress tinggi pasti
kita hindari, emang kita mau kerja tapi tiap hari stress mulu? Tentu
tidak. Bagaimana Wall Steet Journal menilai tingkat stress pekerjaan
diantaranya dengan deadline suatu pekerjaan, pekerjaan beresiko tinggi,
bertemu publik, banyak menggunakan peralatan, pekerjaan dengan resiko
nyawa, pekerjaan yang membutuhkan detail, pekerjaan yg membutuhkan
stamina dll
- Faktor Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja juga salah satu faktor yang kita
pikirkan saat memilih pekerjaan, baik dari faktor fisik ataupun emosi.
Kerja sendirian di ruang tertutup selama berjam-jam atau bekerja dengan
orang-orang yang tidak menyenangkan pasti menyebalkan. Wall Street
Journal menilai faktor lingkungan kerja ini berdasarkan komponen fisik
dan emosi, diantaranya: tingkat kompetitif, teman-teman kerja, kondisi
kerja (racun, kebisingan dll), aktifitas fisik (memanjat, merangkak,
menunduk dll), kenyamanan dll
- Aktifitas Fisik
Kerja tapi tugasnya ngangkatin benda-benda berat seperti
kuli, atau kerjanya sepanjang hari ngejer-ngejer orang tentu melelahkan,
sehingga aktifitas fisik juga faktor yang berperan besar dalam
menentukan pilihan kita. Kata teman saya, enaknya itu kerja-nya ngetes
kenyamanan kasur, jadi kerjanya cuma tidur saja. Wall Street Journal
menilai ini dari berapa banyak aktifitas fisik yang digunakan selama
bekerja.
- Jam Kerja
Jam kerja juga salah satu faktor penting, kadang gaji
10jt terasa sedikit dibanding gaji 2jt jika pekerjaan 10jt tadi menuntut
12 jam kerja setiap hari dan pekerjaan 5jt cuma kerja 4jam sehari.
Kerja gaji tinggi tapi tidak bisa menikmati hidup tentu dihindari,
karena berangkat kerja jam 5 pagi, pulang jam 7 malam sehingga sampai
rumah langsung tidur, dan bangun langsung kerja akan bikin hidup bosan.
Bagaimana Wall Street Journal menilai ini tentu hanya masalah
kuantitatif, kamu juga bisa kan….
Detail dan metode yang digunakan Wall Street Journal bisa kamu dapatkan disini: WallStreetJournal
Tentu kita sebagai matematikawan wajib mensyukuri itu…., tapi saya
curiga hasil research ini dilakukan Wall Street Journal di Negara Maju
Saja, karena hal itu belum terlihat di Indonesia. Tapi kita jangan
berkecil hati, belajarlah dengan baik, kalau bisa dapatkan beasiswa S2
ke Luar Negeri sehingga kita bisa mencoba kerja disana, kembali lagi
dengan jiwa nasionalis lebih kita dukung tentunya.
Jawaban-Jawaban Lucu Mengerjakan Soal Matematika
Tuesday, August 20, 2013
Posted by Matematika B 2010 USB
Tag :
Matematika
1. Malas
Berpikir
Kamu pasti
pernah mendapatkan rumus matemarika untuk menjelaskan sebuah bilangan eksponen
yang didapat saat duduk di bangku SMP. Tak seperti apa yang dijelaskan oleh
sang guru, Peter justru menuliskan rumus yang ada di pikirannya dengan
cara membuat tulisannya berjarak semakin lebar dan semakin lebar. Yang pastinya
membuat sang guru tertawa
2. Tebakan
Tepat?
Bagi
sebagian siswa soal mengenai pangkat irasional memang menyebalkan dalam pelajaran
matematika. Terutama jika disuruh menjelaskan dengan rumus mengapa hal tersebut
salah atau benar. Tak mau ambil pusing, siswa yang satu ini bukannya repot
menjabarkan rumus dari soal tersebut, dia malah mengomentari gambar pada soal
yang kurang lebih berbunyi, 'Tracey salah. Buatlah contoh untuk
memperlihatkan mengapa Tracey salah.' dan jawaban dia, 'Karena Tracey
perempuan.
3. Menghilangkan
Huruf
Pernah
mendapat soal matematika berbunyi, 'Untuk mengubah ukuran centimeter menjadi
meter kamu harus?' Sebagian dari kamu mungkin akan menjabarkan rumus ukuran
panjang. Namun tidak dengan siswa kreatif ini yang menjawab, 'Hilangkan saja
tulisan centi'. Masuk akal?
4. Rumus
Sendiri
Rumus sinus,
cosinus, tangen dalam matematika yang kamu dapat di bangku SMP dan SMA pasti
menyebalkan. Dan tak semua orang menyukai hal itu. Ketika sebuah rumus sinus
menuntutmu menemukan variabel yang ditanyakan, coba kamu tiru jawaban siswa
ini. Dia mencoret huruf n dalam variabel bilangan dan di kalimat 'sin'. Yang
membuatnya memiliki keseimpulan sendiri. Setuju dengannya?
5. Sangat
Bijaksana
Matematika
suka sekali menyuruh para siswa menemukan sebuah angka dalam soal. Seperti
ketika kamu harus menemukan nilai x dalam sebuah rumus mengenai segitiga ini.
Tak mau ambil pusing (atau entah lupa rumus), siswa satu ini menjawab dengan
brillian saat soal menyuruhnya 'Carilah x' dan dia langsung melingkari huruf x
di dalam soal. Jawabannya bijaksana bukan?
Cara Cepat Yang Menyesatkan
Wednesday, May 22, 2013
Posted by Matematika B 2010 USB
Tag :
Matematika
Cara cepat sering kita dengar dalam penyelesaian matematika. Bahkan ketika ada soal yang penyelesaian sangat panjang biasanya siswa bertanya: "Ada cara cepatnya Pak?". Barangkali kita senang sekali dengan sesuatu yang instan sehingga penyelesaian matematikapun selalu menginginkan cara cepat. Cara cepat jelekkah? Gak juga sih. Baguskah? Mungkin saja. Sekarang perhatikan cara cepat di bawah ini!
Cara cepat yang kadang disebut smart solution memang sangat membantu dalam penyelesaian soal matematika secara lebih cepat dan kadang lebih mudah dari pada menggunakan cara biasa. Namun tidak selamanya cara cepat itu lebih mudah untuk menyelesaikan soal matematika. Kadang cara cepat bisa saja tambah bikin puyeng kepala kita.
Perhatikan 5 cara cepat di atas! Ada 5 cara cepat untuk menyelesaikan soal matematika yang berkaitan dengan membentuk persamaan kuadrat baru. Kelemahan cara cepat ini adalah kita dituntut untuk menghafal kelima rumus tersebut. Padahal kasus soal mengenai pembentukan persamaan kuadrat baru banyak sekali jenisnya. Belum tentu dalam soal ulangan atau ujian keluar soal model seperti itu. Bayangkan sudah capek-capek menghafal (walaupun untuk menanamkan rumus di otak kita tidak harus dengan menghafal), terus tidak muncul dalam ujian. Sia-sia kan?
Cara cepat sebagian memang bagus, namun cara cepat seperti di atas, saya tidak menyarankan digunakan, disamping kita "dipaksa" untuk mengingat banyak rumus, cara tersebut "tidak mengasah" logika berfikir yang merupakan roh dari matematika.
Perhatikan 5 cara cepat di atas! Ada 5 cara cepat untuk menyelesaikan soal matematika yang berkaitan dengan membentuk persamaan kuadrat baru. Kelemahan cara cepat ini adalah kita dituntut untuk menghafal kelima rumus tersebut. Padahal kasus soal mengenai pembentukan persamaan kuadrat baru banyak sekali jenisnya. Belum tentu dalam soal ulangan atau ujian keluar soal model seperti itu. Bayangkan sudah capek-capek menghafal (walaupun untuk menanamkan rumus di otak kita tidak harus dengan menghafal), terus tidak muncul dalam ujian. Sia-sia kan?
Cara cepat sebagian memang bagus, namun cara cepat seperti di atas, saya tidak menyarankan digunakan, disamping kita "dipaksa" untuk mengingat banyak rumus, cara tersebut "tidak mengasah" logika berfikir yang merupakan roh dari matematika.
Bilangan Phi (yang nilainya 3,14) sangat banyak digunakan dalam matematika. Bilangan Phi sudah ditemukan sebelum tahun masehi. Tahukah Anda bilangan Tau yang diklaim sebagai pengganti bilangan Phi. Bilangan Tau adalah perbandingan keliling lingkaran terhadap jari-jari lingkaran. Lambang Tau adalah t. Dari definisi Tau maka t = K/r, dengan K adalah keliling lingkaran dan r adalah jari-jari lingkaran. Dari definsi Tau diperoleh rumus keliling lingkaran K=tr.
Bilangan Tau diperkenalkan oleh Bob Palais pada tahun 2001 sebagai pengganti Phi yang biasa dikenal dalam perhitungan keliling dan luas lingkaran. Tanggal 28 Juni diperingati sebagai "Hari Tau".
Hubungan Tau dan Phi
Bila menggunakan Phi maka rumus keliling lingkaran adalah K = 2πr dan bila menggunakan Tau maka rumus keliling lingkaran adalah K = tr. Dengan demikian t= 2π, atau bernilai 6,28.
Penggunaan Tau Untuk Ukuran Sudut
Salah satu ukuran sudut adalah dinyatakan dalam radian. Dalam ukuran radian ini tidak lepas dari penggunaan Phi. Seperti telah kita ketahui bersama bahwa:
π = 180° (setengah lingkaran = π )
1/2π = 360° (satu lingkaran penuh = 2π)
1/4π =90° (seperempat lingkaran = 1/2π)
Bila menggunakan Tau maka ukuran sudat dalam radian menjadi
t = 360°
1/2t= 180°
1/4t = 90°
Tampaknya lebih simpel bila menggunakan Tau dari pada Phi untuk menyatakan sudut dalam radian, 1 lingkaran ya 1t, 1/2 lingkaran ya 1/2t dan 1/4 lingkaran ya 1/4t.
Itulah makanya sebagian matematikawan lebih suka menggunakan Tau dari pada Phi. Bahka berdasarkan penelitian yang dilakukan Palais (Matematikawan pencetus Tau), terbukti bahwa Tau berhasil meningkatkan kemampuan pelajar dalam mempelajari matematika, terutama dalam konsep geometri dan trigonometri.
Penggunaan Tau Di Indonesia
Walaupun Pailis menyatakan bahwa Tau lebih bagus dari pada Phi, di Indonesia bilangan Tau belum digunakan. Buku-buk matematika yang beredar masih menggunakan Phi untuk penggunaan di geometri maupun trigonometri. Saya pikir sangat susah mengganti Phi yang sudah "bercokol" berabad-abad dengan Tau yang baru lahir pada tahun 2001.
Matematika ( dari bahasa Yunani: μαθηματικά - mathēmatiká )adalah studi
besaran, struktur, ruang, relasi,perubahan, danberaneka topik pola,
bentuk, danentitas. Para matematikawan mencari pola dan dimensi-dimensi
kuantitatif lainnya, berkenaan dengan bilangan,ruang, ilmu pengetahuan
alam,komputer, abstraksi imajiner, atau entitas-entitas lainnya. Dalam
pandangan formalis,matematika adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan
struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi matematika;
pandangan lain tergambar dalam filsafat matematika. Para matematikawan
merumuskan konjektur dan kebenaran baru melalui deduksi yang menyeluruh
dari beberapa aksioma dan definisi yang dipilih dan saling bersesuaian.
Euclid, matematikawan Yunani, abad ke-3 SM, seperti yang dilukiskan oleh
Raphael di dalam detail ini dari Sekolah Athena. Terdapat perselisihan
tentang apakah objek-objek matematika hadir secara objektif di alam
menurut kemurnian logikanya, atau apakah objek-objek itu buatan manusia
dan terpisah dari kenyataan. Seorang matematikawan Benjamin Peirce
menyebut matematika sebagai "ilmu yang menggambarkan simpulan-simpulan
yang penting". Albert Einstein, di pihak lain, menyatakan bahwa "sejauh
hukum-hukum matematika merujuk kepada kenyataan, mereka tidaklah pasti;
dan sejauh mereka pasti, mereka tidak merujuk kepada kenyataan." Melalui
penggunaan abstraksi dan penalaran logika, matematika dikembangkan dari
pencacahan, penghitungan, pengukuran, dan pengkajian sistematik
terhadap bentuk dan gerak objek-objek fisika. Pengetahuan dan penggunaan
matematika dasar selalu menjadi sifat melekat dan bagian utuh dari
kehidupan individual dan kelompok. Pemurnian gagasan- gagasan dasar
dapat diketahui di dalam naskah-naskah matematika yang bermula di dunia
Mesir kuno, Mesopotamia,
India, Cina, Yunani, dan Islam. Argumentasi kaku pertama muncul di dalam Matematika Yunani, terutama di dalam buku Euclid, Unsur-Unsur. Pengembangan berlanjut di dalam ledakan yang tidak menenteramkan hingga periode Renaisans pada abad ke-16, ketika pembaharuan matematika berinteraksi dengan penemuan ilmiah baru, mengarah pada percepatan penelitian yang menerus hingga Kini. Kini, matematika digunakan di seluruh dunia sebagai alat penting di berbagai bidang, termasuk ilmu pengetahuan alam, rekayasa, medis, dan ilmu pengetahuan sosial seperti ekonomi, dan psikologi. Matematika terapan, cabang matematika yang melingkupi penerapan pengetahuan matematika ke bidang-bidang lain, mengilhami dan membuat penggunaan temuan-temuan matematika baru, dan kadang- kadang mengarah pada pengembangan disiplin-disiplin ilmu yang sepenuhnya baru. Para matematikawan juga bergulat di dalam matematika murni, atau matematika untuk perkembangan matematika itu sendiri, tanpa adanya penerapan di dalam pikiran, meskipun penerapan praktis yang menjadi latar munculnya matematika murni ternyata seringkali ditemukan terkemudian. Secara umum, semakin kompleks suatu gejala, semakin kompleks pula alat (dalam hal ini jenis matematika) yang melalui berbagai perumusan (model matematikanya) diharapkan mampu untuk mendapatkan atau sekadar mendekati penyelesaian eksak seakurat-akuratnya. Jadi, tingkat kesulitan suatu jenis atau cabang matematika bukan disebabkan oleh jenis atau cabang matematika itu sendiri, melainkan disebabkan oleh sulit dan kompleksnya gejala yang penyelesaiannya diusahakan dicari atau didekati oleh perumusan (model matematikanya) dengan menggunakan jenis atau cabang matematika tersebut. Sebaliknya berbagai gejala fisika yang mudah diamati, misalnya jumlah penduduk di seluruh Indonesia, tidak memerlukan jenis atau cabang matematika yang canggih. Kemampuan aritmetika sudah cukup untuk mencari penyelesaian (jumlah penduduk) dengan keakuratan yang cukup tinggi.
India, Cina, Yunani, dan Islam. Argumentasi kaku pertama muncul di dalam Matematika Yunani, terutama di dalam buku Euclid, Unsur-Unsur. Pengembangan berlanjut di dalam ledakan yang tidak menenteramkan hingga periode Renaisans pada abad ke-16, ketika pembaharuan matematika berinteraksi dengan penemuan ilmiah baru, mengarah pada percepatan penelitian yang menerus hingga Kini. Kini, matematika digunakan di seluruh dunia sebagai alat penting di berbagai bidang, termasuk ilmu pengetahuan alam, rekayasa, medis, dan ilmu pengetahuan sosial seperti ekonomi, dan psikologi. Matematika terapan, cabang matematika yang melingkupi penerapan pengetahuan matematika ke bidang-bidang lain, mengilhami dan membuat penggunaan temuan-temuan matematika baru, dan kadang- kadang mengarah pada pengembangan disiplin-disiplin ilmu yang sepenuhnya baru. Para matematikawan juga bergulat di dalam matematika murni, atau matematika untuk perkembangan matematika itu sendiri, tanpa adanya penerapan di dalam pikiran, meskipun penerapan praktis yang menjadi latar munculnya matematika murni ternyata seringkali ditemukan terkemudian. Secara umum, semakin kompleks suatu gejala, semakin kompleks pula alat (dalam hal ini jenis matematika) yang melalui berbagai perumusan (model matematikanya) diharapkan mampu untuk mendapatkan atau sekadar mendekati penyelesaian eksak seakurat-akuratnya. Jadi, tingkat kesulitan suatu jenis atau cabang matematika bukan disebabkan oleh jenis atau cabang matematika itu sendiri, melainkan disebabkan oleh sulit dan kompleksnya gejala yang penyelesaiannya diusahakan dicari atau didekati oleh perumusan (model matematikanya) dengan menggunakan jenis atau cabang matematika tersebut. Sebaliknya berbagai gejala fisika yang mudah diamati, misalnya jumlah penduduk di seluruh Indonesia, tidak memerlukan jenis atau cabang matematika yang canggih. Kemampuan aritmetika sudah cukup untuk mencari penyelesaian (jumlah penduduk) dengan keakuratan yang cukup tinggi.
Ketika kita masih di Sekolah Dasar (SD), kita pernah mengenal Pi atau biasanya dilambangkan dengan π. Pi kita gunakan untuk menghitung rumus keliling lingkaran yaitu: K = 2πr
dan Luas Lingkaran: L = πr^2 . Nilai Pi biasanya dituliskan dalam bentuk desimal yaitu 3,14 atau dalam bentuk pecahan 22/7.
Selama ribuan tahun, matematikawan telah berusaha untuk memperluas pemahaman mereka π, kadang-kadang dengan menghitung nilainya ke tingkat akurasi yang tinggi. Sebelum abad ke-15, matematikawan seperti Archimedes dan Liu Hui menggunakan teknik geometris, berdasarkan poligon, untuk memperkirakan nilai π. Mulai sekitar abad ke-15, algoritma baru berdasarkan pada seri terbatas merevolusi perhitungan π, dan digunakan oleh matematikawan termasuk Madhava dari Sangamagrama, Isaac Newton, Leonhard Euler, Carl Friedrich Gauss, dan Srinivasa Ramanujan.
Beberapa orang telah mencoba untuk menghafal nilai π dengan presisi meningkat, menyebabkan lebih dari 67.000 catatan digit. Salah satunya berasal dari Indonesia yakni, Bapak Rohedi Ali Yunus.
Pertanyaannya apakah 3,14 bernilai sama dengan 22/7? Tentu tidak, karena
22/7 = 3,1428571. Berarti lebih besar 22/7 daripada 3,14 dong? Terus
yang benar mana?
Oke mari kita lihat lebih jauh lagi!
Nilai dari Pi ditemukan dikarenakan adanya suatu fenomena matematis
dimana setiap pengukuran keliling lingkaran pasti memiliki perbandingan
yang tetap dengan diameternya. Ilustrasinya seperti gambar di bawah ini:
Selama ribuan tahun, matematikawan telah berusaha untuk memperluas pemahaman mereka π, kadang-kadang dengan menghitung nilainya ke tingkat akurasi yang tinggi. Sebelum abad ke-15, matematikawan seperti Archimedes dan Liu Hui menggunakan teknik geometris, berdasarkan poligon, untuk memperkirakan nilai π. Mulai sekitar abad ke-15, algoritma baru berdasarkan pada seri terbatas merevolusi perhitungan π, dan digunakan oleh matematikawan termasuk Madhava dari Sangamagrama, Isaac Newton, Leonhard Euler, Carl Friedrich Gauss, dan Srinivasa Ramanujan.
Pada
abad ke-20 dan ke-21, ahli matematika dan ilmuwan komputer menemukan pendekatan
baru yang - bila dikombinasikan dengan daya komputasi meningkat lebih dari 10 triliun
digit. Aplikasi ilmiah umumnya memerlukan tidak lebih dari 40 digit dari π,
sehingga motivasi utama untuk perhitungan ini adalah keinginan manusia untuk
memecahkan rekor, tetapi perhitungan luas yang terlibat telah digunakan untuk
menguji superkomputer dan presisi tinggi algoritma perkalian.
Pi sendiri merupakan bilangan irasional, yang berarti bahwa pi tidak bisa dinyatakan persis dalam bentuk rasio dua bilangan (seperti
22/7 atau pecahan lainnya yang biasa digunakan untuk π perkiraan). Nilai π dalam 20 tempat desimal adalah 3,14159265358979323846. Atau yang lebih lengkap seperti di bawah ini
Beberapa orang telah mencoba untuk menghafal nilai π dengan presisi meningkat, menyebabkan lebih dari 67.000 catatan digit. Salah satunya berasal dari Indonesia yakni, Bapak Rohedi Ali Yunus.
Ratusan tahun yang lalu, manusia hanya mengenal 9 lambang bilangan yakni 1, 2, 2, 3, 5, 6, 7, 8, dan 9. Kemudian, datang angka 0, sehingga jumlah lambang bilangan menjadi 10 buah. Tidak diketahui siapa pencipta bilangan 0, bukti sejarah hanya memperlihatkan bahwa bilangan 0 ditemukan pertama kali dalam zaman Mesir kuno. Waktu itu bilangan nol hanya sebagai lambang. Dalam zaman modern, angka nol digunakan tidak saja sebagai lambang, tetapi juga sebagai bilangan yang turut serta dalam operasi matematika. Kini, penggunaan bilangan nol telah menyusup jauh ke dalam sendi kehidupan manusia. Sistem berhitung tidak mungkin lagi mengabaikan kehadiran bilangan nol, sekalipun bilangan nol itu membuat kekacauan logika. Mari kita lihat.
Nol, penyebab komputer macet
Pelajaran tentang bilangan nol, dari sejak zaman dahulu sampai sekarang selalu menimbulkan kebingungan bagi para pelajar dan mahasiswa, bahkan masyarakat pengguna. Mengapa? Bukankah bilangan nol itu mewakili sesuatu yang tidak ada dan yang tidak ada itu ada, yakni nol. Siapa yang tidak bingung? Tiap kali bilangan nol muncul dalam pelajaran Matematika selalu ada ide yang aneh. Seperti ide jika sesuatu yang ada dikalikan dengan 0 maka menjadi tidak ada. Mungkinkah 5*0 menjadi tidak ada? (* adalah perkalian). Ide ini membuat orang frustrasi. Apakah nol ahli sulap?
Lebih parah lagi-tentu menambah bingung-mengapa 5+0=5 dan 5*0=5 juga? Memang demikian aturannya, karena nol dalam perkalian merupakan bilangan identitas yang sama dengan 1. Jadi 5*0=5*1. Tetapi, benar juga bahwa 5*0=0. Waw. Bagaimana dengan 5o=1, tetapi 50o=1 juga? Ya, sudahlah. Aturan lain tentang nol yang juga misterius adalah bahwa suatu bilangan jika dibagi nol tidak didefinisikan. Maksudnya, bilangan berapa pun yang tidak bisa dibagi dengan nol. Komputer yang canggih bagaimana pun akan mati mendadak jika tiba-tiba bertemu dengan pembagi angka nol. Komputer memang diperintahkan berhenti berpikir jika bertemu sang divisor nol.
Bilangan nol: tunawisma
Bilangan disusun berdasarkan hierarki menurut satu garis lurus. Pada titik awal adalah bilangan nol, kemudian bilangan 1, 2, dan seterusnya. Bilangan yang lebih besar di sebelah kanan dan bilangan yang lebih kecil di sebelah kiri. Semakin jauh ke kanan akan semakin besar bilangan itu. Berdasarkan derajat hierarki (dan birokrasi bilangan), seseorang jika berjalan dari titik 0 terus-menerus menuju angka yang lebih besar ke kanan akan sampai pada bilangan yang tidak terhingga. Tetapi, mungkin juga orang itu sampai pada titik 0 kembali. Bukankah dunia ini bulat? Mungkinkah? Bukankah Columbus mengatakan bahwa kalau ia berlayar terus-menerus ia akan sampai kembali ke Eropa?
Lain lagi. Jika seseorang berangkat dari nol, ia tidak mungkin sampai ke bilangan 4 tanpa melewati terlebih dahulu bilangan 1, 2, dan 3. Tetapi, yang lebih aneh adalah pertanyaan mungkinkan seseorang bisa berangkat dari titik nol? Jelas tidak bisa, karena bukankah titik nol sesuatu titik yang tidak ada? Aneh dan sulit dipercaya? Mari kita lihat lebih jauh.
Jika di antara dua bilangan atau antara dua buah titik terdapat sebuah ruas. Setiap bilangan mempunyai sebuah ruas. Jika ruas ini dipotong-potong kemudian titik lingkaran hitam dipindahkan ke tengah-tengah ruas, ternyata bilangan 0 tidak mempunyai ruas. Jadi, bilangan nol berada di awang-awang. Bilangan nol tidak mempunyai tempat tinggal alias tunawisma. Itulah sebabnya, mengapa bilangan nol harus menempel pada bilangan lain, misalnya, pada angka 1 membentuk bilangan 10, 100, 109, 10.403 dan sebagainya. Jadi, seseorang tidak pernah bisa berangkat dari angka nol menuju angka 4. Kita harus berangkat dari angka 1.
Mudah, tetapi salah
Guru meminta Ani menggambarkan sebuah garis geometrik dari persamaan 3x+7y = 25. Ani berpikir bahwa untuk mendapatkan garis itu diperlukan dua buah titik dari ujung ke ujung. Tetapi, setelah berhitung-hitung, ternyata cuma ada satu titik yang dilewati garis itu, yakni titik A(6, 1), untuk x=6 dan y=1. Sehingga Ani tidak bisa membuat garis itu. Sang guru mengingatkan supaya menggunakan bilangan nol. Ya, itulah jalan keluarnya. Pertama, berikan y=0 diperoleh x=(25-0)/3=8 (dibulatkan), merupakan titik pertama, B(8,0). Selanjutnya berikan x=0 diperoleh y=(25-3.0)/7=4 (dibulatkan), merupakan titik kedua C(0,4). Garis BC, adalah garis yang dicari. Namun, betapa kecewanya sang guru, karena garis itu tidak melalui titik A. Jadi, garis BC itu salah.
Ani membela diri bahwa kesalahan itu sangat kecil dan bisa diabaikan. Guru menyatakan bahwa bukan kecil besarnya kesalahan, tetapi manakah yang benar? Bukankah garis BC itu dapat dibuat melalui titik A? Kata guru, gunakan bilangan nol dengan cara yang benar. Bagaimana kita harus membantu Ani membuat garis yang benar itu? Mudah, kata konsultan Matematika. Mula-mula nilai 25 dalam 3x+7y harus diganti dengan hasil perkalian 3 dan 7 sehingga diperoleh 3x+7y=21.
Selanjutnya, dalam persamaan yang baru, berikan y=0 diperoleh x=21/3=7 (tanpa pembulatan) itulah titik pertama P(6,1). Kemudian berikan nilai x=0 diperoleh y=21/7 = 3 (tanpa pembulatan), itulah titik kedua Q(0, 3). Garis PQ adalah garis yang sejajar dengan garis yang dicari, yakni 3x+7y=25. Melalui titik A tarik garis sejajar dengan PQ diperoleh garis P1Q1. Nah, begitulah. Sang murid telah menemukan garis yang benar berkat bantuan bilangan nol.
Akan tetapi, sang guru masih sangat kecewa karena sebenarnya tidak ada satu garis pun yang benar. Bukankah dalam persamaan 3x1+7x2=25 hanya ada satu titik penyelesaian yakni titik A, yang berarti persamaan 3x1+7x2 itu hanya berbentuk sebuah titik? Bahkan pada persamaan 3x1+7x2=21 tidak ada sebuah titik pun yang berada dalam garis PQ. Oleh karena itu, garis PQ dalam sistem bilangan bulat, sebenarnya tidak ada. Aneh, bilangan nol telah menipu kita. Begitulah kenyataannya, sebuah persamaan tidak selalu berbentuk sebuah garis.
Bergerak, tetapi diam
Bilangan tidak hanya terdiri atas bilangan bulat, tetapi juga ada bilangan desimal antara lain dari 0,1; 0,01; 0,001; dan seterusnya sekuat-kuat kita bisa menyebutnya sampai sedemikian kecilnya. Karena sangat kecil tidak bisa lagi disebut atau tidak terhingga dan pada akhirnya dianggap nol saja. Tetapi, ide ini ternyata sempat membingungkan karena jika bilangan tidak terhingga kecilnya dianggap nol maka berarti nol adalah bilangan terkecil? Padahal, nol mewakili sesuatu yang tidak ada? Waw. Begitulah.
Berdasarkan konsep bilangan desimal dan kontinu, maka garis bilangan yang kita pakai ternyata tidak sesederhana itu karena antara dua bilangan selalu ada bilangan ke tiga. Jika seseorang melompat dari bilangan 1 ke bilangan 2, tetapi dengan syarat harus melompati terlebih dahulu ke bilangan desimal yang terdekat, bisakah? Berapakah bilangan desimal terdekat sebelum sampai ke bilangan 2? Bisa saja angka 1/2. Tetapi, anda tidak boleh melompati ke angka 1/2 karena masih ada bilangan yang lebih kecil, yakni 1/4. Seterusnya selalu ada bilangan yang lebih dekat... yakni 0,1 lalu ada 0,01, 0,001, ..., 0,000001. demikian seterusnya, sehingga pada akhirnya bilangan yang paling dekat dengan angka 1 adalah bilangan yang demikian kecilnya sehingga dianggap saja nol. Karena bilangan terdekat adalah nol alias tidak ada, maka Anda tidak pernah bisa melompat ke bilangan 2?
Nol, penyebab komputer macet
Pelajaran tentang bilangan nol, dari sejak zaman dahulu sampai sekarang selalu menimbulkan kebingungan bagi para pelajar dan mahasiswa, bahkan masyarakat pengguna. Mengapa? Bukankah bilangan nol itu mewakili sesuatu yang tidak ada dan yang tidak ada itu ada, yakni nol. Siapa yang tidak bingung? Tiap kali bilangan nol muncul dalam pelajaran Matematika selalu ada ide yang aneh. Seperti ide jika sesuatu yang ada dikalikan dengan 0 maka menjadi tidak ada. Mungkinkah 5*0 menjadi tidak ada? (* adalah perkalian). Ide ini membuat orang frustrasi. Apakah nol ahli sulap?
Lebih parah lagi-tentu menambah bingung-mengapa 5+0=5 dan 5*0=5 juga? Memang demikian aturannya, karena nol dalam perkalian merupakan bilangan identitas yang sama dengan 1. Jadi 5*0=5*1. Tetapi, benar juga bahwa 5*0=0. Waw. Bagaimana dengan 5o=1, tetapi 50o=1 juga? Ya, sudahlah. Aturan lain tentang nol yang juga misterius adalah bahwa suatu bilangan jika dibagi nol tidak didefinisikan. Maksudnya, bilangan berapa pun yang tidak bisa dibagi dengan nol. Komputer yang canggih bagaimana pun akan mati mendadak jika tiba-tiba bertemu dengan pembagi angka nol. Komputer memang diperintahkan berhenti berpikir jika bertemu sang divisor nol.
Bilangan nol: tunawisma
Bilangan disusun berdasarkan hierarki menurut satu garis lurus. Pada titik awal adalah bilangan nol, kemudian bilangan 1, 2, dan seterusnya. Bilangan yang lebih besar di sebelah kanan dan bilangan yang lebih kecil di sebelah kiri. Semakin jauh ke kanan akan semakin besar bilangan itu. Berdasarkan derajat hierarki (dan birokrasi bilangan), seseorang jika berjalan dari titik 0 terus-menerus menuju angka yang lebih besar ke kanan akan sampai pada bilangan yang tidak terhingga. Tetapi, mungkin juga orang itu sampai pada titik 0 kembali. Bukankah dunia ini bulat? Mungkinkah? Bukankah Columbus mengatakan bahwa kalau ia berlayar terus-menerus ia akan sampai kembali ke Eropa?
Lain lagi. Jika seseorang berangkat dari nol, ia tidak mungkin sampai ke bilangan 4 tanpa melewati terlebih dahulu bilangan 1, 2, dan 3. Tetapi, yang lebih aneh adalah pertanyaan mungkinkan seseorang bisa berangkat dari titik nol? Jelas tidak bisa, karena bukankah titik nol sesuatu titik yang tidak ada? Aneh dan sulit dipercaya? Mari kita lihat lebih jauh.
Jika di antara dua bilangan atau antara dua buah titik terdapat sebuah ruas. Setiap bilangan mempunyai sebuah ruas. Jika ruas ini dipotong-potong kemudian titik lingkaran hitam dipindahkan ke tengah-tengah ruas, ternyata bilangan 0 tidak mempunyai ruas. Jadi, bilangan nol berada di awang-awang. Bilangan nol tidak mempunyai tempat tinggal alias tunawisma. Itulah sebabnya, mengapa bilangan nol harus menempel pada bilangan lain, misalnya, pada angka 1 membentuk bilangan 10, 100, 109, 10.403 dan sebagainya. Jadi, seseorang tidak pernah bisa berangkat dari angka nol menuju angka 4. Kita harus berangkat dari angka 1.
Mudah, tetapi salah
Guru meminta Ani menggambarkan sebuah garis geometrik dari persamaan 3x+7y = 25. Ani berpikir bahwa untuk mendapatkan garis itu diperlukan dua buah titik dari ujung ke ujung. Tetapi, setelah berhitung-hitung, ternyata cuma ada satu titik yang dilewati garis itu, yakni titik A(6, 1), untuk x=6 dan y=1. Sehingga Ani tidak bisa membuat garis itu. Sang guru mengingatkan supaya menggunakan bilangan nol. Ya, itulah jalan keluarnya. Pertama, berikan y=0 diperoleh x=(25-0)/3=8 (dibulatkan), merupakan titik pertama, B(8,0). Selanjutnya berikan x=0 diperoleh y=(25-3.0)/7=4 (dibulatkan), merupakan titik kedua C(0,4). Garis BC, adalah garis yang dicari. Namun, betapa kecewanya sang guru, karena garis itu tidak melalui titik A. Jadi, garis BC itu salah.
Ani membela diri bahwa kesalahan itu sangat kecil dan bisa diabaikan. Guru menyatakan bahwa bukan kecil besarnya kesalahan, tetapi manakah yang benar? Bukankah garis BC itu dapat dibuat melalui titik A? Kata guru, gunakan bilangan nol dengan cara yang benar. Bagaimana kita harus membantu Ani membuat garis yang benar itu? Mudah, kata konsultan Matematika. Mula-mula nilai 25 dalam 3x+7y harus diganti dengan hasil perkalian 3 dan 7 sehingga diperoleh 3x+7y=21.
Selanjutnya, dalam persamaan yang baru, berikan y=0 diperoleh x=21/3=7 (tanpa pembulatan) itulah titik pertama P(6,1). Kemudian berikan nilai x=0 diperoleh y=21/7 = 3 (tanpa pembulatan), itulah titik kedua Q(0, 3). Garis PQ adalah garis yang sejajar dengan garis yang dicari, yakni 3x+7y=25. Melalui titik A tarik garis sejajar dengan PQ diperoleh garis P1Q1. Nah, begitulah. Sang murid telah menemukan garis yang benar berkat bantuan bilangan nol.
Akan tetapi, sang guru masih sangat kecewa karena sebenarnya tidak ada satu garis pun yang benar. Bukankah dalam persamaan 3x1+7x2=25 hanya ada satu titik penyelesaian yakni titik A, yang berarti persamaan 3x1+7x2 itu hanya berbentuk sebuah titik? Bahkan pada persamaan 3x1+7x2=21 tidak ada sebuah titik pun yang berada dalam garis PQ. Oleh karena itu, garis PQ dalam sistem bilangan bulat, sebenarnya tidak ada. Aneh, bilangan nol telah menipu kita. Begitulah kenyataannya, sebuah persamaan tidak selalu berbentuk sebuah garis.
Bergerak, tetapi diam
Bilangan tidak hanya terdiri atas bilangan bulat, tetapi juga ada bilangan desimal antara lain dari 0,1; 0,01; 0,001; dan seterusnya sekuat-kuat kita bisa menyebutnya sampai sedemikian kecilnya. Karena sangat kecil tidak bisa lagi disebut atau tidak terhingga dan pada akhirnya dianggap nol saja. Tetapi, ide ini ternyata sempat membingungkan karena jika bilangan tidak terhingga kecilnya dianggap nol maka berarti nol adalah bilangan terkecil? Padahal, nol mewakili sesuatu yang tidak ada? Waw. Begitulah.
Berdasarkan konsep bilangan desimal dan kontinu, maka garis bilangan yang kita pakai ternyata tidak sesederhana itu karena antara dua bilangan selalu ada bilangan ke tiga. Jika seseorang melompat dari bilangan 1 ke bilangan 2, tetapi dengan syarat harus melompati terlebih dahulu ke bilangan desimal yang terdekat, bisakah? Berapakah bilangan desimal terdekat sebelum sampai ke bilangan 2? Bisa saja angka 1/2. Tetapi, anda tidak boleh melompati ke angka 1/2 karena masih ada bilangan yang lebih kecil, yakni 1/4. Seterusnya selalu ada bilangan yang lebih dekat... yakni 0,1 lalu ada 0,01, 0,001, ..., 0,000001. demikian seterusnya, sehingga pada akhirnya bilangan yang paling dekat dengan angka 1 adalah bilangan yang demikian kecilnya sehingga dianggap saja nol. Karena bilangan terdekat adalah nol alias tidak ada, maka Anda tidak pernah bisa melompat ke bilangan 2?